Indonesia merupakan negara produsen utama penghasil kelapa sawit sekaligus merupakan eksportir terbesar kelapa sawit di pasar dunia. Pangsa areal kelapa sawit Indonesia adalah 55,5% dari total luas areal kebun sawit dunia dan 48,27% dari total produksi CPO dunia. Produktivitas kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan, faktor genetik, dan faktor teknik budidaya tanaman. Faktor lingkungan yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit meliputi faktor abiotik (curah hujan, hari hujan, tanah, topografi) dan faktor biotik (gulma, hama, jumlah populasi tanaman/ha). Faktor genetik (innate) meliputi varietas bibit yang digunakan dan umur tanaman kelapa sawit. Faktor teknik budi daya meliputi pemupukan, konversi tanah dan air, pengendalian gulma, hama, dan penyakit tanaman serta kegiatan pemeliharaan lainnya. Faktor-faktor tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain.
Kendala utama pengembangan tanaman sawit di lahan pasang surut selain fluktuasi pasang surut adalah keragaman sifat fisiko-kimia seperti pH air dan pH tanah yang rendah, kesuburan rendah, keracunan Alumunium (Al) dan Besi (Fe) dan kendala bio fisik seperti pertumbuhan gulma yang pesat, OPT dan cekaman Air. Keragaman kendala pada lahan pasang surut tersebut dapat diatasi dengan penerapan teknologi terpadu yang mumpuni yang terdiri dari lima komponen utama meliputi: (1) Pengelolaan Air, (2) Penyiapan Lahan; (3) Ameliorasi dan Pemupukan; (4) Pembibitan; (5) Pengendalian HPT.
Pengelolaan Air di lahan rawa menggunakan pola aliran satu arah (one follow system) dengan tabat konservasi dan pipa elbow serta pompanisasi yang bertujuan untuk mengatur keluar masuknya air dan menjaga kualitas air. Pengelolaan air (atau sering disebut tata air) di lahan rawa bukan hanya dimaksudkan untuk menghindari terjadinya banjir/genangan yang berlebihan di musim hujan tetapi juga harus dimaksudkan untuk menghindari kekeringan di musim kemarau. Hal ini penting untuk menghindari bahaya kekeringan lahan sulfat masam dan lahan gambut. Pengelolaan air yang hanya semata-mata mengendalikan genangan di musim hujan dengan membuat saluran drainase saja akan menyebabkan kekeringan di musim kemarau. Dalam sistem tata air makro, saluran drainase dan irigasi biasanya dibedakan atas saluran primer, sekunder, dan tersier. Saluran primer merupakan saluran terbesar yang menghubungkan sumber air atau sungai dengan saluran sekunder.
Penyiapan Lahan. Di dalam pelaksanaan persiapan lahan, perkebunan rakyat mempunyai komitmen pelestarian lingkungan “environmental sustainability”. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1995 yang menyangkut pengembangan perkebunan nasional. Untuk mendukung kebijakan di atas, melalui penerapan metode “zero burning” yaitu land clearing perkebunan tanpa pembakaran. Land clearing dengan metode “zero burning” memiliki beberapa keuntungan, antara lain: (1) Terjaganya kelestarian keanekaragaman hayati (flora dan fauna), (2) Mencegah terjadinya pencemaran udara karena asap, (3) Mempertahankan unsur hara tanah yang berasal dari pelapukan limbah hutan, (4) Mencegah terjadinya penyebaran kebakaran ke lahan masyarakat dan kebun.
Ameliorasi dan Pemupukan. Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman keras. Untuk menunjang pertumbuhan akar, batang dan daun, pohon sawit tetap memerlukan pupuk. Tingkat kesuburan tanah sangat identik dengan keseimbangan biologi, fisika dan kimia tanah, sehingga pemberian pupuk tidak boleh berlebihan agar tidak keseimbangan. Waktu pemupukan kelapa sawit biasanya dilakukan ketika curah hujannya kecil dan tidak boleh ketika sedang musim hujan. Pupuk yang baik sebaiknya dapat memperbaiki kemasaman tanah dan merangsang perakaran. Sehingga proses pemupukan kelapa sawit bisa berjalan dengan baik. Dengan kata lain dalam pemupukan kelapa sawit juga harus diperhatikan prosedurnya untuk hasil yang maksimal melalui penerapan konsep pemupukan berimbang berdasar status hara tanah. Efisiensi pemupukan anorganik dan organic bertujuan untuk memperoleh keuntungan secara ekonomis dan maksimal namun disisi lain meminimalkan terjadinya penurunan sumberdaya alam serta resiko kerusakan lingkungan.
Untuk mendapatkan kondisi tanah yang optimal bagi pertumbuhan tanaman, diperlukan adanya bahan organik (C-total) di lapisan atas minimal 2% . Amelioran yang berbahan dasar dari limbah padat kelapa sawit juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Limbah padat pabrik kelapa sawit mengandung sejumlah padatan tersuspensi, terlarut dan mengambang merupakan bahan-bahan organik dengan konsentrasi tinggi, yang dapat mengoptimalkan pertumbuhan tanaman. Kelapa sawit memiliki komposisi selulosa 59,7%, hemiselulosa 22,1%, dan lignin 18,1% (Bridgwater, 2007). Kandungan tersebut yang akan mempengaruhi jumlah biooil yang dihasilkan dari proses fast pyrolysis. Kandungan senyawa selulosa, hemiselulosa, dan lignin cukup besar yakni di atas 20%, sehingga ketiga biomasa tersebut jika dipanaskan dapat dengan mudah terdegradasi menjadi senyawa-senyawa berupa alkohol dan aromatik yang terkandung dalam biooil (Tabel 1)
Tabel 1. Kandungan komponen kelapa sawit
Sumber: Danish (2006)
Pirolisis merupakan suatu proses pembakaran biomasa tanpa melibatkan oksigen pada temperatur tinggi (temperatur antara 450oC-600oC). Produk yang dihasilkan dari pirolisis adalah minyak, arang dan gas sintetik. Sekarang ini pyrolisis sangat menjanjikan dalam konversi teknologi thermo-chemical untuk memroduksi produk berupa cairan. Pirolisis dapat dibagi dalam beberapa jenis metode berdasarkan produk utama yang dihasilkan (Tabel 2)
Tabel 2. Jenis Pirolisis dan Karakteristiknya
Prinsip dasar dari proses fast pyrolysis ini adalah degradasi ikatan kimia pada umpan yang terjadi akibat pemanasan yang cepat (dengan temperatur tinggi) tanpa kehadiran oksigen. Struktur asli dari umpan akan mengalami perengkahan sehingga terbentuk beberapa fragmen yang terdapat pada fasa cair, gas, atau padat. Dari hasil perengkahan struktur umpan tersebut, maka dihasilkan senyawa- senyawa tertentu pada biooil (fenol, air, levoglucosan, hidroksiasetaldehida), gas (metana, hidrogen, karbonmonoksida), dan arang (cincin aromatik dan lain-lain). Penambahan biochar dalam tanah dapat meningkatkan sifat fisik tanah melalui peningkatan water holding capacity. Biochar dapat juga meningkatkan agregat, struktur dan porositas tanah, serta jangkauan perakaran tanaman sehingga tanaman mudah mendapatkan air dan nutrisi selama pertumbuhan. Oleh karena itu biochar berpengaruh langsung terhadap produktivitas tanaman. Pada umumnya bahan organik secara signifikan mempu menambah resistensi nutrisi esensial untuk petumbuhan tanaman. Mutu biochar ditentukan berdasarkan kandungan kation yang dapat dipertukarkan. Secara umum, biochar yang diaplikasikan pada lahan rawa mampu meningkatkan kadar pH, P tersedia, dan KTK tanah. Penambahan biochar berpengaruh positif terhadap karakteristik tanah dan produktivitas tanaman khususnya pada tanah masam.
Varietas Unggul Adaptif Lahan Rawa. Keberhasilan produksi CPO sangat ditentukan oleh penggunaan bibit unggul bersertifikat, serta kualitas (jenis bibit dan tingkat pertumbuhannya) dan kuantitas bibit kelapa sawit. Kualitas bibit juga menentukan apakah tanaman kelapa sawit dapat dipanen mulai pada umur 30 bulan di lapangan. Kualitas bibit dipengaruhi, antara lain oleh: a) Varietas dan Sumber bibit atau potensi genetik. b) Proses pembibitan (Kultur teknis) dalam penanaman dan pemeliharaan bibit. c) Seleksi bibit d) Umur bibit pada waktu ditanam di lapangan. Pemilihan varietas dan sumber bibit merupakan faktor terpenting, karena setelah ditanam di lapangan selama 25-30 tahun potensi produksi tidak mungkin dapat diperbaiki, sedangkan faktor-faktor lain masih dapat diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya. Kunci keberhasilan dalam mendapatkan bibit terbaik adalah persiapan pembibitan yang matang, disertai dengan pelaksanaan kultur teknis yang baik jenis benih kelapa sawit asli dari persilangan D (Dura) dan Psifera (P) yang diproduksi dari induk khusus yang telah tersertifikasi untuk menghasilkan bibit tanaman kelapa sawit unggul (contoh: Londsum, Marihat, dan Topaz).
Pengendalian Hama Terpadu. Sistem pengendalian hamanya yang menggunakan pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin untuk mengelola populasi hama dan penyakit dengan memanfaatkan beragam teknik pengendalian yang ramah lingkungan. Mengenal dan upaya mendeteksi siklus hidup organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman kelapa sawit secara dini mutlak harus dilaksanakan karena akan memudahkan tindakan pencegahan terjadinya ledakan serangan hama dan penyakit yang tak terkendali. Secara ekonomis, biaya pengendalian melalui deteksi dini dipastikan akan jauh lebih murah daripada pengendalian serangan hama dan penyakit yang sudah menyebar luas. mengenal dan memahami jenis OPT yang biasa menyerang tanaman kelapa sawit. Selanjutnya segera melakukan deteksi siklus hidup OPT agar mudah dalam melakukan pencegahan dan pengendaliannya. Pendeteksiasi tersebut dapat menyelamatkan tanaman kelapa sawit dari serangan OPT yang merugikan sehingga produksi dapat dipertahankan. Ada 2 (dua) kategori Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yakni Kelompok Hama dan Kelompok Penyakit. Penulis Wahida Annisa Yusuf
Referensi
Bridgwater, AV. (2007). Bio-Oil From Fast Pyrolysis Of Oil Palm Empty Fruit Bunches. Journal of Physical Science, Vol. 18(1): 57–74
Bridgwater A.V. (2009) Fast Pyrolysis of Biomass, in Thermal Biomass Conversion, Bridgwater A.V., Hofbauer H., Van Loo S. (eds), Thermal Net, CPL Press, UK